Sebuah kota kecil yang memiliki harta karun berupa mutiara. Kota kecil tersebut bernama Kota Dobo dan merupakan Ibukota Kabupaten Kepulauan Aru. Pada generasi terdahulu, masyarakat setempat tidak ragu untuk menyelam demi mutiara, namun kini mutiara sudah bisa dengan mudah didapatkan pada berbagai tempat budidaya lokal. Jenis dan harga mutiaranya pun beragam dan kecantikannya terpancar dari kilau alaminya.
Selain mutiaranya, Kota Dobo juga terkenal akan wisata kulinernya yang terbilang masih khas yaitu bakso rusa dan yang tersohor kenikmatan dan harumnya ikan asap khas Maluku. Di pusat Kota Dobo banyak terdapat pusat jajanan dimana pengunjung bisa memanjakan lidah dan menikmati cita rasa lokal.
Jika bicara kecantikan alam dan potensi wisata, sungguh Dobo di Kepulauan Aru ini menyimpan banyak surga, beberapa masih tersembunyi dan beberapa sudah dapat kita datangi. Berikut adalah 6 tempat wisata favorit warga setempat dan juga pengunjung.
1. Pantai Liang
Satu pantai dua nama, nama pertama adalah pantai Hunimua dan nama kedua yang lebih populer adalah Pantai Liang. Banyak kegiatan yang bisa pengunjung lakukan di Pantai Liang ini misalnya berenang, snorkeling, diving, dan memancing. Ombaknya yang tenang membuat banyak kegiatan aman untuk dilakukan di pantai dengan pasir putih ini.
Pantai Liang berjarak sekitar 40km dari Pusat Kota Ambon. Pengunjung bisa menyewa ojek dengan tarif mulai dari Rp 50.000 untuk satu kali perjalanan. Pengunjung dengan rombongan jugsa bisa menyewa kendaraan umum agar lebih leluasa dengan jadwal dengan merogoh kocek sekitar Rp 200.000 dengan kapasitas hingga 10 orang. Setelah tiba di Pantai Liang, pengunjung akan dikenakan biaya masuk sebesar Rp 15.000 per orang dan akan digunakan pihak pengelola untuk merawat dan meningkatkan fasilitas yang ada di area pantai di Dobo ini.
2. Pantai Mawar
Beberapa orang setuju bahwa Pantai Mawar pantas untuk dijadikan sebagai primadona. Tentunya hal ini bukan tanpa alasan, setiap mata memandang pasti akan jatuh hati dengan kecantikan alami Pantai Mawar dengan laut biru dan pasir putihnya, sesuai dengan kecantikan namanya.
Kegiatan yang bisa dilakukan di pantai ini juga tak kalah seru. Pengunjung dapat berenang, berjemur, snorkeling, diving, dan juga bisa untuk sekedar piknik dan menikmtai kuliner lokal yang dijajakan oleh warga setempat di sepanjang bibir Pantai Mawar. Untuk dapat menikmati suasana di Pantai Mawar, pengunjung dikenakan biaya retribusi sebesar Rp 10.000 per orangnya.
3. Pantai Wangel
Sesuai dengan namanya, Pantai Wangel terletak di Desa Wangel, Kecamatan pulau-pulau Aru. Laut berwarna biru dan pasir putih akan menyapa setiap pengunjung yang datang. Suasana yang tenang sungguh sesuai untuk dimanfaatkan pengunjung untuk rehat sejenak dari hiruk pikuk perkotaan.
Sunset di pantai Wangel terkenal akan kecantikannya. Pas untuk kamu yang berkunjung sendiri maupun dengan pasangan karena kesan romantis yang terpancar dari sinar langit di waktu senja.
4. Pantai Papaliseran
Pantai mempesona yang satu ini kerap disebut sebagai Pantai Belakang Mawar oleh warga setempat walaupun sebenarnya memililki nama asli yaitu Pantai Papaliseran. Jarak antara pusat Kota Dobo dengan Pantai Papaliseran ini hanya sekitar 12km dan bisa dijangkau dengan menggunakan transportasi darat maupun laut.
Ada satu hal yang membuat Pantai Papaliseran di Dobo ini berbeda dengan pantai lainnya yaitu anggrek merah yang tumbuh di area pantai. Sungguh sangat melengkapi kecantikan alami dari putihnya pasir dan birunya laut. Sungguh terpancar kecantikan alam yang luar biasa membuat jatuh hati.
5. Pantai Kora
Pantai Kora merupakan salah satu pantai yang mudah diakses karena terletak tidak jauh dari pusat kota di Desa Wangel, Kecamatan Pulau-pulau Aru, Kabupaten Aru. Pemandangan alami adalah alasan utama pengunjung dan juga warga setempat suka untuk menghabiskan waktu di sini.
Pantai Kora ini terbilang ramai dengan warga setempat berjualan bermacam dagangan dengan harga relatif murah. Sunset di pantai Kora pun sangatlah cantik ditambah dengan pemandangan pada tengah laut terlihat ada batu yang terpecah dan membentuk 3 bagian.
Batu tersebut mengandung nilai sejarah yaitu diceritakan konon pecahan batu itu merupakan tonggak penentu kasta kehidupan sosial masyarakat setempat. Berawal dari perang antara 2 orang bersaudara bernama Ursia dan Urlima. Mereka berperang untuk membuktikan siapa yang layak menjadi sulung di antara mereka. Urlima menggunakan ikan paus sebagai simbolnya sedangkan Ursia menggunakan ikan hiu sebagai simbolnya.
Kedua saudara tersebut melakukan lomba mendayung yang dimulai dari Fatujuring, sebuah desa di Aru Selatan. Di tengah perlombaan, Ursia gagal mencapai garis akhir karena sampannya karam oleh gelombang dan akhirnya Urlima yang berhasil mencapai garis akhir kemudian sampannya menabrak bongkahan batu hingga terpecah menjadi 3 bagian.
Dari hasil perlombaan dayung akhirnya didapatkan bukti bahwa Urlima yang merupakan sulung dalam strata sosial masyarakat Aru. Seorang tokoh masyarakat Aru yang juga merupakan mantan Kepala Bidang Kebudayaan pada Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kepulauan Aru, bernama Benny Tulanem, meyakini bahwa persitiwa pecahnya batu tersebut adalah sebuah bukti nyata. Hal ini dipercaya warga dan diperkuat dengan adanya seekor paus yang terdampar setiap tahunnya pada rentang waktu Januari hingga April.
6. Desa Lorang
Belum banyak yang mengetahui potensi wisata yang ada di Desa Lorang. Padahal, desa Lorang ini menyimpan jutaan pesona. Desa Lorang kerap juga disebut Lorang Balakoi, yang artinya adalah tanah merah. Pengunjung akan disambut dengan warna hijau dari pepohonan mangrove.
Memiliki struktur tanah merah dan batuan karst, Desa Lorang dikelilingi oleh hutan mangrove yang dihuni oleh berbagai satwa misalnya rusa, kuskus, babi hutan, dan ratusan jenis burung termasuk yang diberi julukan sebagai burung dari surga yaitu burung cendrawasih yang juga merupakan ikon kabupaten Kepulauan Aru.
Untuk setiap pendatang yang baru pertama kali datang ke Desa Lorang ini, akan mendapat sambutan dari warga dengan menggunakan daun sirih, pinang, dan juga perahu semang. Upacara adat ini menyimbolkan keterbukaan masyarakat Desa Lorang.
Rasanya wajar bila ada warga yang mengatakan “Kalo su inja tana mera Lorang satu kali, pasti bale lae” yang artinya adalah siapa yang pernah mendatangi Desa Lorang pasti rasanya ingin kembali lagi.
Baca juga:
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.