Tari Malulo atau Tari lulo adalah darah seni masyarakat Kendari, Sulawesi Tenggara. Prinsip dasar Tari Malulo adalah gerakan melingkar, gerak tangan dan kaki. Tari Malulo dilakukan dengan 3 gerakan inti. Yaitu Moese (gerakan tangan ke atas-bawah); Molakoako (gerak ke kanan-kiri); serta Nilulo-lulo (gerakan kaki menginjak-injak).
Saat ini, Tari Malulo banyak ditampilkan di berbagai event, tak terkecuali pada promosi pariwisata oleh pemerintah. Tari Malulo menyatukan berbagai gender, status sosial, agama, ras dan perbedaan lainnya, dengan ceria bergandengan tangan dan bergerak mengikuti irama musik.
Asal-usul Tari Malulo
Mulanya, tari Malulo hanyalah ritual memuja Dewi Padi, terlebih pada masa panen. Berasal dari kata “lulo” yang artinya menginjak-injak onggokan padi sehingga bulir terlepas dari tangkainya.
Tari Malulo bermula dari sistem mata pencaharian dan kepercayaan masyarakat suku Tolaki kuno, yang hidup di daerah dataran dan pegunungan dengan mata pencahariannya petani.
Kebiasaan mereka membuka bulir padi dengan menginjakkan kaki kirinya. Suku Tolaki menyebutnya dengan “Malulowi Opae”. Malulowi berarti menginjak-injakkan kaki, sedangkan Opae yaitu padi.
Versi lain mengisahkan jika Tari Malulo bermula dari suku Tolaki kuno, yang berkumpul di lahan baru sebagai tempat cocok tanam. Di sana, mereka memohon pada penguasa alam agar tanamannya aman, tidak dirusak oleh hama dan penyakit. Diiringi musik gong, mereka berbaris membentuk lingkaran, bergandengan tangan dan menginjakkan kakinya.
Diceritakan dalam buku “Sejarah dan Budaya Masyarakat Tolaki di Konawe” bahwa dahulu mereka memisahkan bibit dengan tangkainya, sambil berpegangan pada tiang lumbung. Tetapi, karena pekerja (petani) banyak, tiang lumbung tidak cukup untuk berpegangan. Sehingga saling bergandengan tangan, seperti dalam Tari Malulo.
Sejarah Tari Malulo Lainnya
Masyarakat Tolaki menggunakan Tari Malulo untuk menghibur dewa Sanggolemboe serta instrumen pengobatan warga. Menurut kepercayaan yang dianut suku Tolaki, penyakit disebabkan oleh kesalahan/kelalaian (si penderitanya), yang membuat Sangia murka dan memberinya sakit. Jika si penderita ingin sembuh, maka cukup dengan tari lulo yang dipimpin dukun.
Masyarakat Tolaki percaya bahwa Tari Malulo inilah yang menjadi komunikasi ritual dengan para dewa. Tujuannya untuk menghibur para dewa agar mereka tidak murka dan masyarakat terhindar dari bala bencana.
Baca Juga ya :
- Inilah 6 Tari Adat Sulawesi Tenggara yang biasa dipentaskan
- Uniknya 5 Pakaian Adat Sulawesi Tenggara yang bisa kamu coba
Dahulu, instrumen pengiringnya adalah gendang dari potongan silinder kayu, yang satu ujungnya ditutup kulit kayu/binatang. Ada yang menggunakan kulintang dari bambu yang dilubangi.
Sayangnya, saat ini sudah jarang pemain gong yang sesuai dengan irama asli Tari Malulo. Sehingga kini, Tari Malulo hanya diiringi oleh speaker, organ tunggal dan sejenisnya.
Tempo Lulo Pata-Pata yang cepat dan semangat, membuat penarinya semakin asyik tanpa rasa lelah. Bahkan, saat ini Tari Malulo telah menjadi salah satu ajang pencarian jodoh bagi kalangan muda.
Aturan Main Tari Malulo
Tari Malulo ini memiliki beragam jenis, sesuai instrumen pengiring, gerakan, asal daerah hingga nama penciptanya. Jenisnya seperti lulo sangia, lulo ngganda serta lulo anggo. Selain itu, irama pengiringnya pun bervariasi.
Irama Tolongi Dongi-Dongi dengan gong kecil; Mode-Mode Salaka dengan gong ceper; Tundu Watu Ngganeko dengan 3 gong yang ukurannya bertingkat; serta Pundi Madi Talopo dengan 3 gong yang sama besar.
Ada Syarat Tari Malulo, Apa Saja?
Ternyata, ada beberapa syarat umum dalam Tari Malulo ini, yaitu:
- Penari saling bergandengan tangan, membentuk lingkaran penuh atau setengah. Untuk bentuk setengah lingkaran, maka penari paling ujung (disebut Pondombaki) harus laki-laki.
- Tangan penari laki-laki di bawah tangan perempuan. Posisi tangan sesuka hati penari.
- Penari boleh saling bergandengan dengan sesamanya atau lawan jenisnya.
- Alat musik diletakkan di tengah lingkaran yang dibentuk para penari.
- Penonton yang akan masuk untuk menari, harus lewat tengah lingkaran terlebih dahulu. Barulah masuk dari depan penari dengan terhormat.
- Dilarang masuk dari arah belakang penari. Hal ini untuk menghindari kemungkinan penonton menyentuh bagian tubuh perempuan yang terlarang. Kecuali jika penonton masuk lewat penari yang sesama jenis.
- Jika penari akan meninggalkan tarian (sebelum selesai), harus mundur ke belakang. Tetapi dilakukan jika sudah meminta izin dari penari yang mengapitnya.
- Jika semua penari perempuan sudah terapit penari laki-laki, kemudian ada penonton yang akan masuk. Maka, ia harus memposisikan dirinya di sebelah kanan penari laki-laki atau kirinya penari perempuan. Hal ini berkaitan dengan tradisi, jika membawa pasangan dalam ritual, harus ditempatkan di sisi kiri laki-laki. Jika penonton masuk dari sebelah kiri laki-laki, bisa menyinggung. Karena penari baru (penonton) dianggap mau merampas pasangan si penari laki-laki.
- Jika ada penonton masuk dan kebetulan tidak berkenan bagi penari yang mengapitnya, maka ia dilarang meninggalkan tempat seketika itu. Sehingga untuk menghindari kemungkinan menyinggung perasaan, ia diantar minimal 1x putaran, lalu meminta izin undur diri.
- Jika ada penari yang keluar dari barisan, tidak boleh langsung masuk ke tempat (posisi) lain. Hal itu karena bisa menyinggung hati penari yang sebelumnya mengapit/ditinggalkannya. Ia harus istirahat dahulu, barulah boleh masuk lagi.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.