Tapi Ingat Pulang

Budaya, Tari Adat

Asal Usul dan Sejarah Tari Wura Bongoi Monca

Tari Wura Bongoi Monca

Tari Wura Bongoi Monca

Awal mulanya sejarah Tari Wura Bongoi Monca, pada masa kesultanan Abdul Kahir Sirajuddin, sultan bima ke-2 berlangsung dari tahun 1640-1682 M. Saat itu tarian selamat datang atau dalam bahasa bima dikenal sebagai Tarian Wura Bongoi Monca berasal dari Bima Nusa Tenggara Barat. Kata gongi monca berarti beras kuning.

Asal Usul Tari Wura Bongoi Monca

Berdasarkan arti kata tersebut, Tarian Wura Bongoi Monca merupakan sebuah tarian menabur beras kuning kepada rombongan tamu yang datang dan berkunjung di Nusa Tenggara Barat (NTB).

Sebagai bentuk penghormatan kepada para tamu yang datang dan berkunjung ke wilayahnya. Tarian ini dipertunjukan pada acara-acara penyabutan tamu secara formal ataupun informal.

Tari Wura Bongi Monca

Tari Wura Bongoi Monca, Foto: negerikuindonesia.com

Perkembangan Tari Wura Bongoi Monca yaitu jenis tarian klasik dan hingga sekarang terus dilakukan kelestarian seni budaya tari. Upaya perkembangan juga dilakukan oleh para seniman mulai dari cara gerakan, pengiring atau musik,  kostum dan penyajian pertunjukan agar terlihat atraktif dan dapat disukai oleh kalangan muda mudi sebagai generasi penerus kebudayaan negara.

Untuk penari yang mengenakan jilbab juga bisa memainkan seni tari ini dengan busana yang sudah dimodifikasi dengan tambahan jilbab tanpa mengurangi keindahan dan kesopanan dari para penarinya.

Dengan masih sering ditampilkan diberbagai kegiatan hingga acara festival budaya sebagai usaha dalam pelestarian dan memperkenalkan kepada masyarakat secara luas tentang kesenian dan tradisi yang ada di Bima, NTB.

Baca Juga ya : 6 Tari Adat Tradisional Dari Nusa Tenggara Barat

Gerakan Tari Wura Bongoi Monca

mpaaaaa

Tari Wura Bongoi Monca, Foto: putriaisyah17.student.umm.ac.id

Tarian ini dilakukan oleh para penari perempuan secara berkelompok antara 4-6 orang dengan gerakan yang sangat lemah lembut disertai senyuman sambil menaburkan beras kuning yang ada di mangkok kecil berada pada salah satu tangan penari sebagai simbol penghormatan serta harapan.

Tarian ini diiringi dengan alat musik seperti gendang besar, gong, sarone dan tawa-tawa. Musik tarian disesuaikan dengan gerakan para penari. Berikut detail gerak Tari Wura Bongoi Manca adalah:

  • Berjalan pelan-pelan, tangan kiri memegang wadah (siku sejajar denga bahu), tangan kanan membentuk sudut 35˚.
  • Mutar ditempat, mutar ke kanan. Satu penari berjalan ke depan kanan panggung.
  • Disusul penari kedua yang kepojok kiri  panggung.
  • Mendak, badan serong ke kiri, kanan, atas dan bawah , tangan kiri memegang wadah (siku sejajar dengan bahu tangan kanan membentuk sudut 35˚
  • Maju 4 langkah secara bergantian , posisi tangan sebagai penyandah wadah.
  • Mendak, badan serong ke kiri, kanan, atas dan bawah , tangan kiri memegang wadah (siku sejajar dengan bahu tangan kanan membentuk sudut 35˚.
  • Kaki kanan melukis huruf  S di depan kaki kiri . berbalik badan ke kanan, menyimpan beras kembali keposisi tadi.
  • Duduk pelan-pelan sembahan kedua telapak tangan di tempelkan di depan muka, duduk jengkeng dengan kaki kanan depan.
  • Duduk jengkeng dengan kaki kanan depan, tangan kiri di atas bahu kanan sambil diayunkan  ke belakang dan di depan ,tangan kanan di atas bahu tampa di ayunkan.
  • Ulangi duduk jengkeng dengan kaki kanan didepan dan kedua tangannya di ayunkan ke depan dan ke belakang.
  • Berdiri pelan-pelan dan kedua tangan disilangkan ke depan wajah dan posisikan tangan di sebelah kanan dan kiri, kaki sambil mendak.
  • Kaki insert ke kanan, tangan kanan ditempelkan ketelinga kanan, tangan kanan menyangga siku kiri dan badan digoyangkan ke kiri-kanan.
  • Kaki insert ke kanan, tangan kanan tekuk samping kanan, tangan kiri setengah takuk ke samping kiri ,goyang ke kiri dan ke kanan dengan lembut.
  • Mendak, goyang kekiri ambil sampur pakai tangan kanan dan di kipat dikanan samping.
  • Sampur sebelah kiri disimpan di atas bahu kiri , tangan kanan lurus ke samping, tangan kiri berada di depan perut.
  • Sampur kanan diseplak di tangan kanan depan, tangan kiri memegang sampur samping kiri.
  • Jinjit,mutar di tempat.
  • Kaki disilangkan sambil mendak, tangan kanan diukel di telinga kanan, tangan kiri diukelkan lurus ke belakang bawah kiri.
  • Melangkah satu kali, kaki disilangkan sambil mendak , tangan kiri diukel di telinga kiri, tangan kanan diukelkan lurus ke belakang bawah kiri gebyok gebyok sampur.
  • Sandal pangan, dan memutar ke sebelah kanan,gebyok gebyok sampur.
  • Duduk pelan-pelan mengambil tempat beras.
  • Tangan kanan ditarik ke atas dan ditempelkan di kedua telinga.
  • Gebyok gebyak  sampur, tangan kanan diukel , tangan kiri memegang wadah.
  • Jinjit, sambil jalan memutar tangan membentuk tumpung tali, kebyak kebyor sampur.
  • Kaki kanan mendak, kaki sedikit mendak dan di tempatkan di depan kaki kanan. Tangan kanan diayunkan kebelakang dan ke depan.
  • Kaki kanan mendak, kaki sedikit mendak  dan ditempatkan di depan kaki kanan. Tangan kiri memegang wadah.
  • Seblak sampur, jalan mundur hingga mojok dan langsung jalan ke depan berhadap-hadapan.
  • Mengambil beras ditaburkan ke depan dan ke belakang
  • Kedua tangan memegang wadah, diayunkan  ke atas dan ke bawah miring.
  • Jalan melangkah ke depan 4 langkah , kaki kanan lurus ke depan, agak bungkuk depan, beras yang ada di wadah  dibuang ke atas semua.
  • Balik kiri, membentuk lingkaran jalan memutar dan langsung masuk panggung.

Tata Rias dan Busana Tari Wula Bongoi Monca

wura bongi moca

Tari Wura Bongoi Monca, Foto: e-mbojo.blogspot.com

Untuk kostum Tari Wura Bongi Monca menggunakan busana khas bima seperti baju asi pada bagian atas dan sarung songket untuk bagian bawah. Sementara bagian kepala penari rambutnya digelung dan menggunakan bando atau hiasan bunga-bunga. Serta dilengkapi dengan aksesoris seperti gelang, kalung dan selendang.

Baca Jug ya : 5 Pakaian Adat dari Provinsi Nusa Tenggara Barat

Nilai dan Makna Tari Wula Bongoi Monca

Pada masa pemerintahan kesultanan tarian ini dijadikan sebagai penyambut tamu-tamu sultan. Karena falsafah masyarakat bima tamu pada waktu itu dianggap sebagai raja yang dapat membawa rezeki bagi rakyat dan negeri. Sehingga di adakan secara meriah sebagai tanda pengormatan, doa dan rasa syukur.

Leave a Reply