Makna Dan Sejarah Tari Adat Guro-Guro Aron
Masih asing kah dengan tari adat Guro–Guro Aron? Tari adat Guro-Guro Aron merupakan tari adat yang berasal dari Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara. Tarian ini melambangkan syukur masyarakat Karo kepada Pencipta atas hasil panen yang melimpah. Tari ini perlu dilestarikan karena tarian ini merupakan wujud kekayaan intelektual dan kearifan lokal masyarakat Karo.
Makna Tari Guro – Guro Aron
Nama tari adat Guro–Guro Aron tersusun dari dua kata “Guro – Guro” dan “Aron”. Kata Guro berarti bermain atau senda gurau, sedangkan kata “Aron” berarti muda – mudi. Tari ini bercerita tentang kerjasama antar muda – mudi Sumatera Utara dalam mengerjakan ladang.
Tari adat Guro–Guro Aron dimaknai sebagai ucapan puji syukur kepada Pencipta atas Anugerah yang diberikan pada alam semesta terlebih pada musim panen. Pelaksanaan tari Guro–Guro Aron dilakukan dengan suasana gembira, ceria dan sukacita serta ucapan penuh syukur. Tari ini sering ditampilkan saat pesta adat terutama pada pesta syukuran usai panen.
Tari biasanya dilakukan di bawah cahaya bulan purnama yang terang. Tarian ini dilakukan secara berpasangan dan para penari akan turun ke panggung untuk menari. Tari Guro–Guro Aron juga memiliki filosofi budaya yang dilakukan sebagai ucapan syukur atas panen yang dihasilkan.
Saat musim panen ini, dilakukan dengan doa dan penuh harapan agar turun hujan di musim selanjutnya. Contohnya ungkapan “Muah pagi, nisuan, merih manuk niasuh” (Padi berbuah banyak, ayam berkembang biak)sebagai symbol kemakmuran pada masyarakat.
Baca Juga : Terdengar Asing, Inilah Kota Aek Kanopan yang Unik
Makna lain yang terkandung dalam tari Guro–Guro Aron adalah metik yang berarti para muda mudi bisa berlatih tata rias untuk mempercantik diri seperti memasang bulang –bulang dan tudung.
Makna lainnya adalah sebagai hiburan bagi penduduk setempat, sebagai pembelajaran adat Karo untuk para pemuda dan pemudi baik etika maupun budaya dan sebagai arena cari jodoh untuk para pemuda pemudi yang belum menikah.
Sejarah Tari Guro – Guro Aron
Tari adat Guro–Guro Aron diperkirakan sudah ada pada tahun 1956. Tari adat Guro–Guro Aron yang selama ini kita nikmati adalah hasil pengembangan dari Aron. Aron bermakna karja sama di ladang orang lain.
Aron bisa dibagi menjadi dua bagian yaitu aron belin yang berarti pekerjan berat dan aron tanggung yang artinya pekerjaan yang tidak terlalu berat, Dahulu saat pagi hari, ada seorang pemuda yang mulai bekerja hingga siang yang terik, kemudian pemuda itu berhenti untuk beristirahat dan melepas penat.
Baca Juga : Terkenal Bercita Rasa Tinggi, Inilah 6 Makanan Khas Pasir Pengaraian Rokan Hulu
Agar pemuda tidak terlalu letih, dahulu sekalak singuda atau seorang gadis diminta untuk menari dan menyanyi. Melihat hal tersebut pemuda merasa letihnya sedikit terobati dan berkata “Nari, jemaka nandangi singgem gelap, gendang ipengadi lebe”.
Sejak peristiwa tersebut, Guro – Guro Aron mulai tersebar dari mulut ke mulut dan berkembang menjadi sebuah tari tradisional dari Dataran Tinggi Karo, Sumatera Utara.
Iringan dan Aturan Tari Guro–Guro Aron
Tari Adat Guro–Guro Aron biasa diiringi dengan alat music yang terdiri dari gendang singidungi dan gendang singanaki, serunai dan dua buah gong. Alat – alat music ini sangat menunjang acara Guro – Guro Aron.
Acara Guro – Guro Aron akan dilaksanakan sesuai dengan hari dan tanggal yang telah ditentukan oleh penghulu aron, kemudian para komponen dalam acara guro – guro aron termasuk penari akan mempersiapkan.
Adapun penari Guro – Guro Aron juga harus mematuhi peraturan Tari Adat Guro–Guro Aron, dimulai dari permainan gendang adat Karo yang kemudian dilanjutkan pada tarian (landek) Aron. Setelah tarian selesai, biasanya dilanjutkan pada landek pekuta – kutaken sebagai rangkaian acara selanjutnya.
Nah, itulah beberapa ulasan tentang makna dan sejarah Tari Adat Guro–Guro Aron yang masih terus dilakukan hingga saat ini. Bagaimana, Anda sudah memahami tarian ini dan berminat mengembangkannya?
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.