Tari Adat Manduda ini merupakan seni tradisional yang berasal dari Provinsi Sumatera Utara, tepatnya di Simalungun. Masyarakat Simalungun pada jaman dahulu menyebut daerah tersebut dengan nama Sima-sima Nalungun yang artinya sebuah daerah yang sunyi sepi.
Hal ini terjadi karena masyarakatnya pada masa itu hidupnya saling berjauhan atau tidak berkumpul. Namun, lambat laun orang-orang mulai menyebutnya dengan nama Simalungun hingga sekarang.
Baca Juga ya : Pesona Tari Serampang Dua Belas, Tarian Tradisional Dari Sumatera Utara yang Memikat Para Penonton
Sejarah Tari Adat Manduda
Tari adat Manduda ini konon sudah ada pada jaman kerajaan Simalungun. Filosofi kenapa disebut Tari Manduda oleh masyarakat Simalungun adalah berawal dari kata Manduda yang asalnya dari ilah.
Ilah ini merupakan lagu rakyat penduduk Simalungun yang dinyanyikan oleh sekelompok orang dengan menggunakan nada yang berasal dari tepukan tangan.
Kemudian dari ilah tersebut, masyarakat Simalungun mengubahnya ke dalam sebuah lagu (doding) yang berjudul Manduda.
Doding atau lagu Manduda adalah nyanyian yang berisi sebuah pesan supaya kaum yang lebih muda agar menghormati kaum yang lebih tua.
Makna atau pesan tersirat lainnya yang ada dalam lagu Manduda tersebut adalah menggambarkan kebersamaan dalam mengerjakan berbagai pekerjaan apapun.
Hal ini agar kaum muda lebih mempunyai rasa hormat dan tanggung jawab terhadap apapun pekerjaan yang dilakoninya.
Lantas dari sinilah kemudian terciptalah sebuah tari yang berjudul sama dengan dodingnya atau lagunya yaitu tari Manduda, yang menunjukkan kebersamaan dalam mengerjakan hasil panen.
Makna Tari Adat Manduda
Pengertian Tari Manduda secara umum bagi masyarakat Simalungun adalah menumbuk padi yang nantinya akan menjadi beras.
Tari atau kesenian tari bagi masyarakat di Kabupaten Simalungun adalah bentuk ucap syukur atas hasil yang mereka dapatkan.
Termasuk dalam Tari adat Manduda ini yang mengekspresikan rasa kebahagiaan masyarakat setempat dalam pesta panen. Tarian Manduda tersebut merupakan tari kreasi yang sudah menjadi tradisi dan budaya sebagai hasil dari ciri khas masyarakat Simalungun tersebut.
Baca Juga ya : Menikmati Pantai Sri Mersing, Pantai Cantik di Sumatera Utara
Gerakan Tari adat Manduda tersebut terlihat lincah dan lemah gemulai seperti gerakan saat menampis dan mengirik padi. Dalam tarian ini sangat jelas menggambarkan sebuah kehidupan para petani yang tengah mengolah sawah mulai dari menanam padi hingga menuai padi yang tersirat melalui gerakan dalam pertunjukan tari Manduda.
Kabupaten Simalungun dalam sistem pemerintahannya tidak terbagi dua, tetapi masyarakat Simalungun sering menyebut daerah mereka dengan sebutan Simalungun Atas dan Simalungun Bawah.
Adanya penyebutan daerah Atas dan Bawah untuk menunjukkan letak geografis dari masing-masing daerah tersebut, bahwa daerah Simalungun Atas lebih tinggi dan letak geografis Simalungun Bawah lebih rendah.
Namun rupanya hal ini justru berdampak pada adanya perbedaan pada gaya tarian antara masyarakat daerah Simalungun Atas dan masyarakat daerah Simalungun Bawah.
Begitu pula pada Tari adat Manduda ini dimana daerah Simalungun Atas lebih banyak didiami oleh penduduk asli sedangkan daerah Simalungun Bawah lebih tercampur dengan penduduk pendatang yang bermukim ke daerah tersebut seperti suku Jawa, Melayu, dan Cina.
Meskipun perbedaan gaya tariannya tidak begitu menonjol. Karena masayarakat di daerah Simalungun Atas yang merupakan suku asli Batak Simalungun, sehingga gaya menarinya Manduda nya sedikit lebih tegas dan gaya gerak tubuhnya terlihat tegak lurus dan lebih berwibawa.
Lain halnya dengan masyarakat di daerah Simalungun Bawah yang kebanyakan dihuni oleh suku pendatang dari Jawa dan Melayu, sehingga gaya menarinya lebih lembut dan sedikit centil. Kemudian gaya gerak tubuhnya lebih condong ke depan dan menggunakan gerakan pinggul.
Pada hitungan gerak tariannya pun terdapat perbedaan baik masyarakat yang tinggal di daerah Simalungun Atas dan Simalungun Bawah.
Hitungan gerak tarian pada masyarakat Simalungun Atas menggunakan hitungan hingga 8, sedangkan pada masyarakat Simalungun Bawah mereka memakai hitungan hanya sampai 4 saja.
Tarian Manduda ini juga telah diajarkan secara turun temurun kepada generasi berikutnya.
Sehingga Tarian Manduda ini oleh masyarakat Simalungun sendiri bukanlah hanya sekadar hasil budaya atau kesenian tari saja.
Namun, hal ini sudah merasuk ke dalam hati masayarakat Simalungun atau seolah sudah mendarah daging juga. Tarian Manduda juga kerapkali ditampilkan di berbagai acara agar lebih dikenal oleh masyarakat luas.
Sumber: bataksiana.blogspot.com, jurnal.unimed.ac.id
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.