Indonesia memang negara yang dipenuhi dengan berbagai budaya dan kebudayaan. Bahkan, dinamika inilah yang membuat bangsa ini terkenal dan besar. Karena alasan ini, seharusnya segala macam budaya termasuk tari Blunde harus dilestarikan.
Akan tetapi, jika tidak mengetahui sejarah, bentuk dan asal usul tariannya tentu semangat untuk melestarikan tidak akan terbentuk. Bahkan ketika ditunjukkan tarian ini masyarakat tidak akan mengenalnya.
Nah, karena alasan inilah di bawah akan dijelaskan sejarah atau asal usul tari Blundik atau blunde. Tujuannya semata untuk memperkenalkan sejarah kebudayaan sejak dini. Sehingga masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk tetap menjaga dan melestarikannya. Ini dia penjelasan lengkapnya:
Sejarah Tari Blunde
Tari Blunde adalah tari yang berasal dari Kalimantan Utara. Dulunya tari ini dijadikan sebagai pengiring acara-acara adat. Namun di era modern kebudayaan ini nyaris tidak terdengar. Ini karena kurangnya promosi kebudayaan sehingga generasi muda sedikit yang mengenalnya.
Menurut sejarahnya Tari Blunde diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat yang bernama Datuk Perdana. Namun di kala itu yang menjadi musik pengiring adalah musik tradisional khas suku Dayak. Sedangkan syair yang dilantunkan menggunakan bahasa melayu Kayan Pimping.
Namun di era yang lebih kontemporer ada seniman yang berhasil meremak musik pengiring di atas dengan memasukkan alat musik pengiring lokal. Namanya adalah Datuk abdul Aziz yang berhasil mempentaskan tari dengan tajuk Pinang Sendawar.
Sedangkan bahasa yang digunakan dalam liriknya adalah bahasa melayu. Namun yang lebih populer dan mudah diingat baik oleh penari maupun penonton.
Ciri-Ciri Tari Blunde
Ada yang mengatakan kalau Tari Blunde memiliki kesamaan dengan tari enggang. Padahal dari segi tanda atau ciri-ciri ada perbedaan yang mencolok. Ini bisa dilihat dari musik pengiring, busana maupun gerakan. Ini dia ciri-ciri yang dimaksud:
1. Musik Pengiring
Sudah dijelaskan di awal kalau dulunya Tari Blunde memang masih menggunakan alat musik pengiring khas suku Dayak. Terutama ketika masih di awal kemunculannya yang dianggap telah terjadi pertukaran budaya yang sangat kental.
Namun itu tidak bertahan lama. Karena dari tangan seorang Datuk Abdul Azis, alat pengiring pun dirubah sehingga menggunakan pengiring yang murni lokal. Akhirnya musik pengiring inilah yang masih dipertahankan sampai saat ini.
2. Busana
Untuk ciri-ciri busana sudah jelas berbeda antara Tari blunde dengan tari enggang Dayak. Busana tari Blunde mewajibkan menggunakan kebaya, tapih kepala dan ikat kepala. Padahal, busana-busana ini nyaris tidak ditemukan pada kesenian Tari enggang.
Selain itu, di tari Blunde, para penari tidak menggunakan bulu enggang seperti yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak. Dari sini sudah terlihat jelas perbedaan di antara keduanya.
3. Syair Lagu Tarian
Antara Tari Enggang dengan tari Blunde juga menggunakan lirik lagu. Tidak dimungkiri, sebelum dilakukan remake atau penulisan ulang, lirik lagu untuk tari blunde masih menggunakan lirik lagu seperti yang digunakan tari Enggang.
Namun, pasca adanya pementasan tari bertajuk Pinang Sendawar, ternyata lirik lagu tersebut telah dirubah disesuaikan dengan budaya lokal. Bahkan, bahasa melayu yang dipakai juga lebih populer dan banyak digunakan oleh masyarakat.
4. Gerak Tarian
Ciri-ciri yang membedakan antara tari Blunde dengan tari Enggang yang terakhir adalah gerak tariannya. Yang mana gerak tari Blunde lebih lentur dan gemulai. Sedangkan tari Enggang di beberapa scan-nya terdapat gerak yang keras dan tegas.
Jika dilihat dari konsep ini, memang sejatinya, antara tari Blunde dan tari Enggang adalah dua kebudayaan yang berbeda. Sekalipun tidak bisa dinafikkan, kesenian ini terlahir dari masyarakat suku Dayak tradisional yang memang sarat dengan berbagai adat dan kebudayaan.
Nah jika melihat atau membaca artikel di atas, terlihat dengan jelas betapa banyaknya kebudayaan di Indonesia terutama di Kalimantan. Selain ada tari Enggang khas Dayak, juga ada tari Blunde.
Nah bagi kawula muda, seharusnya ini menjadi momentum untuk ikut menjaga kelestariannya. Jangan sampai kebudayaan ini punah hanya karena generasi muda tidak lagi mengenalnya.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.