Cerita Rakyat dari Halmahera menawarkan kisah yang menarik dan penuh dengan pesan moral untuk anak-anak maupun orang dewasa. Selain itu memiliki kisah yang bervariasi dalam memperkenalkan kekayaan budaya dan kultur Masyarakat Halmahera.
Beberapa diantara cerita rakyat dari Halmahera, bahkan mengisahkan tentang asal-usul tempat terkenal yang menjadi destinasi wisata saat ini.
Baca Juga:
3 Cerita Rakyat Dari Flores Yang Terkenal
4 Daftar Cerita Rakyat dari Madura Yang Terkenal
Cerita Rakyat Dari Halmahera
Berikut adalah 3 Daftar Cerita Rakyat Dari Halmahera yang cukup populer dikalangan anak-anak hingga orang dewasa.
Tidak hanya itu, cerita rakyat dari Halmahera sudah sering diceritakan secara lintas generasi dan turun temurun.
1. Asal Usul Tanjung Menangis Cerita Rakyat Dari Halmahera
Cerita rakyat dari Halmahera yang pertama adalah Asal Usul Tanjung Menangis. Mengisahkan tentang suatu kerajaan yang sedang mengalami duka cita karena ditinggalkan sang raja untuk selamanya.
Almarhum meninggalkan dua orang putra dan satu putri, bernama Putra Baginda Arif dan Binaut serta Putri Baginda Nuri. Putra Baginda Binaut memiliki harapan untuk dapat menggantikan kedudukan ayahnya sebagai raja.
Dengan keyakinan, dia pun mengutarakan ambisinya kepada Sang Patih yang dulu menjadi orang kepercayaan ayahnya. Untuk mendapatkan dukungan, Binaut tidak ragu menjanjikan jabatan tetap dan juga emas berlian kepada patihnya.
Bujuk rayu itu pun membuahkan hasil, karena Sang Patih menyetujui perjanjian terlarang tersebut. Sang Patih segera mengatur penangkapan Sri Baginda Ratu, dan kedua saudaranya Putra Baginda Arif dan Putri Baginda Nuri.
Ketiganya dikurung di penjara bawah tanah, tanpa rasa iba sedikitpun setelah ditangkap. Meski sakit hati, Sang Ibunda berusaha untuk menenangkan kegusaran dua anak lainnya terhadap Binaut.
Dengan suka cita, Binaut memberi pengumuman kepada rakyatnya, dan mengatakan bahwa Sri Baginda Ratu beserta kedua saudaranya tenggelam di laut.
Dan dalam waktu yang bersamaan, Binaut memproklamirkan dirinya sebagai Sri Baginda Raja di kerajaannya. Di bawah pemerintahannya, Sri Baginda Binaut bertindak sewenang-wenang terhadap rakyatnya.
Demi kepentingan pribadi, seluruh rakyat kerajaan diperintah untuk membangun istana yang megah. Perilaku Binaut pun semakin kejam, setelah memberlakukan berbagai jenis pungutan pajak seperti hasil bumi, tanah dan kepemilikan hewan.
Rakyat yang merasa tertindas pun mulai mengeluh, namun takut terhadap aturan istana. Jika mereka mereka membantah, maka pasti mendapatkan hukuman cambuk hingga kurungan penjara.
Namun seorang pelayan istana Bijak memiliki keberanian untuk lari dari istana, dan berhasil membentuk pasukan untuk meruntuhkan kekuasaan Binaut. Disamping itu, mereka juga berencana untuk membebaskan Sri Baginda Ratu dan dua orang anaknya yang terkurung.
Sri Baginda ratu sekeluarga berhasil diasingkan ke hutan, dengan kondisi yang kurus kering. Meski begitu Sri Baginda Ratu tidak menyetujui untuk melakukan penyerangan kepada Raja Binaut. Sang Ratu lebih suka mengadakan doa bersama untuk meminta pertolongan Tuhan.
Tanpa diketahui, Sang Patih mulai tidak suka dengan perlakuan rajanya sendiri yang semakin sombong. Tapi dia tidak memiliki kekuatan untuk melawan, karena takut dipecat dan dimasukkan ke dalam kurungan.
Namun Tuhan berkehendak lain, dengan menurunkan bencana gunung meletus yang sangat dahsyat. Raja Binaut akhirnya terperangkap dalam aliran lahar panas yang telah menghancurkan istana.
Sambil berlari pontang panting, Binaut berteriak meminta pertolongan ke segala penjuru tanpa tujuan. Kaki dan tubuhnya perlahan mulai melepuh karena terkena cairan lahar panas. Saat dirinya mulai merasakan siksaan, sang anak durhaka mulai teringat ibunya.
Dengan lirih Binaut menangis, dan meminta maaf kepada ibu dan dua orang saudaranya yang pernah dia sakiti. Namun percuma, karena teriakan itu pelan-pelan menghilang karena Binaut menemui ajalnya.
Jasad raja tamak itu terdampar di suatu pantai hingga berubah menjadi Tanjung. Konon katanya, masyarakat sekitar sering mendengar suara tangisan. Saat ini, tempat ditemukannya tubuh Binaut dikenal dengan nama Tanjung Menangis.
2. Goa Boki Maruru Cerita Rakyat Dari Halmahera Tengah
Selanjutnya adalah Goa Boki Maruru, yaitu cerita rakyat dari Halmahera yang cukup populer hingga lintas generasi.
Mengisahkan tentang kehidupan sosial Suku Sawai di teluk Weda, Halmahera Tengah yang dulunya hidup berpindah-pindah (nomaden) sebelum membangun peradaban.
Diceritakan ada pasangan suami istri dan putranya yang mulai beranjak dewasa bernama Mon Takawai. Mereka hidup secara nomaden, dan saat itu tinggal di tepi Sungai Kobe dengan airnya yang jernih.
Suatu ketika, Mon Takawai meminta izin untuk mencari wilayah baru di bagian utara kepada ayah dan ibunya. Setelah diizinkan, pemuda itu pun pergi untuk menjelajah.
Hingga akhirnya, Mon Takawai menemukan tempat di pinggir Sungai Dagasuli yang terletak di Kawasan Geplun. Ukuran sungai tersebut cukup panjang dan luas, sehingga cocok untuk menjadi tempat menetap.
Mon Takawai kembali ke Sungai Kobe, untuk membawa kedua orang tuanya untuk pindah menetap ke tepian sungai di Kawasan Geplun.
Pada satu waktu, Mon Takawai tengah mencari hulu sungai sambil menyusuri tepian Sungai Dagasuli. Setelah berjalan jauh, Mon Takawai memutuskan untuk beristirahat sejenak di bawah pohon yang cabangnya menjorok ke tengah sungai.
Sambil menikmati pemandangan sekitar sungai yang indah, tiba-tiba terdengar suara perempuan dari dalam Goa. Meski samar, suara tersebut menggema di antara riak air sungai yang sedang mengalir deras.
Agak terkejut, Mon Takawai menemukan seorang gadis cantik yang sedang berenang sambil bersenandung di sekitar sungai dekat Goa. Sesekali, gadi ini sengaja menghanyutkan tubuhnya dari arah Goa menuju ke tengah sungai dan sebaliknya.
Melihat pemandangan itu, Mon Takawai kemudian bersembunyi diantara semak belukar yang tumbuh di sekitar sungai sambil mengintip gadis cantik tersebut.
Setelah keluar dari persembunyiannya, Mon Takawai mendekati Sang Gadis yang langsung menoleh ke arahnya. Melihat pemuda asing yang tengah berjalan ke arahnya, Sang Gadis memutuskan untuk berenang semakin jauh hingga menghilang di kegelapan Goa.
Mon Takawai terus mencari gadis asing yang belum dikenalnya, sambil sesekali berteriak memanggil hingga sore hari. Karena terpesona oleh kecantikan gadis asing tersebut, Mon Takawai kembali menyusuri hulu sungai, kali ini dengan mengemudikan perahu.
Dia kembali berenang ke dalam goa, dan menyaksikan sang pujaan hati yang tengah bernyanyi di dalam air sungai. Mon Takawai berhasil menangkap pergelangan Sang Gadis, yang terkejut dan berusaha untuk melarikan.
Karena tau usahanya sia-sia, Sang Gadis hanya bisa tertunduk ketakutan. Mon Takawai berusaha untuk melakukan percakapan. Karena tetap membisu, Mon Takawai berinisiatif membawa Sang Gadis pulang ke tempatnya.
Orang tua Mon Takawai terkejut melihat putranya pulang dengan membawa seorang gadis cantik, yang kedua tangannya terikat di atas perahu. Mon Takawai pun menjelaskan cerita tentang Sang Gadis kepada ayah dan ibunya.
Mon Takawai menolak permintaan Sang Ibu, yang meminta untuk memulangkan Sang Gadis karena ingin menikahinya. Gadis jelita itu bernama Sarimadago, yang akhirnya menikah dengan Mon Tahawai.
Saat ini, Goa tempat bertemunya Mon Takawai dengan Sarimadago dikenal dengan nama Goa Boki Moruru (Goa Putri yang menghanyutkan diri).
3. Asal Mula Telaga Biru
Dalam daftar terakhir cerita rakyat dari Halmahera berjudul Asal Mula Telaga Biru. Di sebuah desa terpencil di kawasan Halmahera Utara, hidup seorang laki-laki tampan yang dikenal dengan nama Magohiduuru.
Dia memiliki kekasih hati yang dicintainya, bernama Majojaru. Keduanya saling mengikat janji, untuk sehidup semati hingga ajal menjemput. Kehidupannya yang miskin, membuat Magohiduuru mengurungkan niat untuk menikahi kekasihnya hingga kembali dari rantau.
Dengan kesedihan, Magohiduuru terpaksa mengungkapkan keinginannya untuk mengadu nasib di tempat yang jauh kepada Majojaru. Namun dia berjanji, untuk kembali setelah memiliki tabungan yang cukup dan menikahi pujaan hatinya.
Majojaru hanya berpesan, agar Magohiduuru selalu memberi kabar dengan cara berkirim surat. Namun apa mau dikata, Majojaru tidak menepati janjinya. Setelah setahun merantau, tidak ada lagi surat yang diterima oleh gadis Halmahera ini.
Hingga satu waktu, Majojaru mendapat kabar dari seorang pelaut yang mengatakan bahwa Magohiduuru telah tewas karena kecelakaan. Sambil berlari pulang, Majojaru menangisi nasibnya yang harus kehilangan kekasih hatinya.
Majojaru tidak berhenti menangis hingga tiga hari tiga malam, hingga air matanya menggenang menjadi telaga. Sang Gadis yang tengah patah hati, ikut tenggelam dan menghembuskan nafas terakhirnya di dalam telaga itu.
Penduduk desa merasa berduka atas nasib Majojaru, dan menamakannya Telaga Biru karena airnya yang bening dan berwarna biru.
Baca Juga:
5 Cerita Rakyat dari Kalimantan Tengah
6 Cerita Rakyat Maluku yang Paling Terkenal
Demikian 3 Daftar Cerita Rakyat Dari Halmahera, yang sering dikisahkan kembali dari generasi ke generasi. Tidak hanya itu, karena cerita rakyat dari Halmahera diatas juga mengandung banyak pelajaran yang dapat dipetik.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.