Asal Usul dan Sejarah Tari Tauh – Tari tauh sudah terdaftar dalam list WBTB (Warisan Budaya Tak Benda) Kementerian Dikbud RI, pada tahun 2011 lalu dengan nomor registrasi 2011001873.
Tari Tauh merupakan salah satu tari adat yang berasal dari Jambi yang hingga kini masih dipertahankan untuk terus ditampilkan dalam berbagai kegiatan.
Asal Usul Tari Tauh
Tari tauh menjadi salah satu kebudayaan yang berasal dari Desa Rantau Pandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.
Sayangnya, belum ada sejarah yang menceritakan kapan tari tauh lahir/ada dan siapa yang pertama kali menciptakannya.
Namun diperkirakan sudah ada sebelum masa penjajahan Belanda di Jambi.
Dari kata “ta” yang artinya tarap, dan “uh” atau jauh. Tauh menjadi akronim dari tarap jauh. Tarap itulah yang berarti memanggil, mengajak, meminta.
Maka, “tauh” memiliki arti mengajak, atau memanggil orang lain, untuk ikut menari.
Tauh sendiri merupakan ajakan untuk menari, secara berjauhan dan dibatasi sebuah tali yang direntangkan.
Tari tauh bercerita tentang bagaimana pergaulan para pemuda (baik perjaka atau pun gadis), di Desa Rantau Pandan.
Khususnya pada momen gotong royong dalam salah satu tradisi di sana, yang dikenal dengan “beselang gedang”.
Tari tauh bisa dilakukan saat gotong royong menuai padi atau yang disebut “Beselang Gedang”.
Setelah menuai padi, para pemuda tersebut akan menari sebagai hiburan pelepas penat.
Sejarah Tari Tauh
Tari tauh ditampilkan pada upacara adat, pesta pernikahan dan event lainnya.
Tari tauh juga hanya dibolehkan tampil di pesta pernikahan lek gedang (orang yang strata sosialnya baik/tinggi/kaya), penyambutan tamu istimewa (raja, gubernur, bupati atau pejabat negara lainnya).
Yakni pesta yang di dalamnya dilakukan adat penyembelihan kerbau.
Jika ada (selain acara besar tersebut) yang menampilkannya, bisa kena sanksi yang diatur dalam adat Desa Rantau Pandan.
Tari Tauh dan Pernikahan Mewah
Dalam penelitian yang dilakukan Azizah Yasefia (2016), pada tesisnya, mengungkapkan bahwa masyarakat dari kaum lek menengah dan lek kecik dianggap tidak mampu mengundang bahkan menjamu tetangganya sebanyak 1 dusun, untuk minimal 3 hari.
Mengingat tari tauh bisa dilakukan dalam durasi yang tak terbatas.
Kemudian, dikatakan juga bahwa ulama menganggap musik pengiring tari tauh terlalu bebas ditampilkan oleh para pemuda, yang dikhawatirkan bisa mengganggu aktivitas masyarakat, khususnya peribadatan.
Dalam pesta pernikahan besar, tari tauh tampil sehari setelah malam “berkampung”.
Yaitu ketika malam saat semua kaum bapak di Desa Rantau Pandan diundang ke rumah si empu hajat.
Mereka juga menyumbang uang semampunya untuk si hajat.
Tari tauh dilakukan 7 malam berturut-turut sebelum akad nikah. Tetapi sekitar tahun 90’an, hanya ditampilkan 3, 4 atau 5 malam saja.
Tari tauh tampil di rumah pengantin perempuan dan berakhir tepat sehari sebelum akad atau setelah malam “giling bumbu”.
Yaitu ketika ibu-ibu datang membantu meracik bumbu masakan yang akan dimasak esoknya.
Tari tauh ditampilkan dan diperuntukkan sebagai hiburan para pemuda (perjaka-gadis).
Dalam pentasnya, tari tauh memberi arti tersirat bagaimana sosok laki-laki sebagai pemimpin dan penggoda perempuan.
Sedangkan penari perempuan hadis sebagai pelengkap, pendamping atau pasangan si laki-laki.
Selain itu juga melambangkan polah “merayu” sebagai respon balik terhadap godaan laki-laki, dengan tetap menjaga nilai-nilai adat Rantau Pandan.
Aturan Main Tari Tauh
Seperti yang sudah disebutkan pada “Asal Usul Tari Tauh” di atas, para penari akan berjauhan dan dibatasi tali yang direntangkan.
Para penari akan berdiri dengan jarak masing-masingnya sekitar 4 langkah. Tari tauh harus dilakukan berpasangan.
Tari tauh dilakukan oleh 8 penari sampai puluhan.
Para penari biasanya hanya memakai kebaya atau baju kurung.
Tanpa ada aturan dalam hal pakaian. Para penari juga dibebaskan dalam gerakannya. Mereka boleh saja saling bertukar tempat.
Durasi dalam penampilan tari tauh, tidak terbatas.
Apalagi jika penonton sangat meriah untuk ikut menari dan hafal pantun krinok. Maka tari tauh bisa saja berdurasi setengah hari.
Musik Pengiring Tari Tauh
Tari tauh diiringi oleh gong, kelintang kayu, gendang serta biola. Tari tauh juga diisi dengan pantun krinok sebagai lagunya.
Lagu pengiring ini berupa syair yang bercerita tentang kehidupan dan kisah para pemuda.
Dari krinok inilah, para bujang dan gadis saling berbalas pantun atau yang dikenal dengan bertauh.
Para pemuda jaman dahulu sangat senang, bahkan menanti momen bertauh.
Mereka menjadikan bertauh sebagai sarana untuk menyampaikan isi hati pada pujaannya. Bertauh jugalah yang menjadi ajang mencari jodoh.
Nah, tari tauh memiliki gerakan khas yang dikenal dengan “langkah tigo”. Karena, jika kaki kanan bergerak melangkah, maka kaki kiri mengikuti.
Lalu, kaki kanan mundur lagi. Begitu sebaliknya jika kaki kiri yang melangkah duluan.
Tarian dimulai dengan gerak menarap, yang berarti mengajak orang lain untuk menari.
Penari akan memberi salam dengan meletakkan sepuluh jari tangannya di depan dada dan menggerakkan telapak kaki ke atas-bawah.
Jika belum ada orang yang mau ikut, penari akan meninggikan jari tangannya ke depan muka.
Jika ajakan ini masih belum menarik orang, maka penari akan meninggikan tangannya lagi sampai lebih tinggi di atas kepala.
Meskipun tangan selalu ditinggikan, tetapi gerak telapak kakinya ya sama.
Saat orang yang ajak menari sudah mau ikut, mereka akan masuk ke “panggung tari”. Posisi dalam tarian tauh adalah saling berhadapan (berpasangan).
Setiap pasangan yang naik panggung, akan meletakkan kedua tangan di paha kanan, yang berarti mereka sudah siap.
Dalam tari tauh, yang khas adalah setiap gerakan penari laki-laki yang direspon baik oleh perempuannya dan sebaliknya.
Penari laki-laki akan bertepuk tangan sambil jalan maju-mundur. Lalu gerakan melambai dengan langkah maju-mundur. Kemudian mengindai dengan jalan maju dan belok kembali ke tempat awal.
Berbeda dengan penari perempuan yang hanya bergerak dengan jalan mengangkat ujung kedua telapak kaki, bergerak ke kiri-kanan dan berputar menjinjit.
Penari perempuan akan bertepuk tangan pada pertama kali, sebagai tanda jika tari akan dimulai. Tepukkan kedua menandakan tari telah usai.
Lalu melambai yang artinya serentak satang panjang, serengkung dayung.
Mengindai, berarti menunjukkan jari manisnya yang belum memakai cincin (tanda kegadisannya).
Mengecit, berarti setuju dengan pasangannya. Selain itu, pasangannya bisa pindah tepat, kalau tidak setuju.
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.