Tari Ma Gellu atau sering disebut dengan Tari Pa Gellu merupakan salah satu tari tradisional dari Sulawesi Selatan. Awalnya tarian ini dikembangkan di Distrik Pangalla, Kabupaten Toraja Utara. Ma Gellu atau Pa Gellu artinya menari dengan riang gembira.
Sejarah Tari Ma Gellu
Tari Pa Gellu Pangala awalnya diciptakan pertama kali oleh Nek Datu Bua. Disebut-sebut tarian ini telah ada bahkan sebelum penjajahan Belanda, walaupun belum diketahui kapan pastinya tarian ini diciptakan. Mulanya, tari ini adalah simbol sukacita dalam menyambut para pahlawan yang baru saja kembali dari medan perang. Pementasannya hanya di kalangan terbatas dan penarinya pun hanya boleh dari putri bangsawan saja. Sebelum masa kemerdekaan, penari Ma Gellu yang dikenal diantaranya adalah Nek Lekke, Nek Sampe Alo dan Nek Tangke Lengi.
Di zaman modern ini, Tari Ma Gellu lebih banyak dipentaskan di Upacara Rambu Tuka atau upacara-upacara kegembiraan. Misalnya pada upacara adat perkawinan, syukuran panen, dan acara penerimaan tamu terhormat. Tari ini juga biasa dipentaskan di upacara adat Ma’bua atau peresmian rumah Tongkonan atau rumah adat Toraja. Tarian ini pun kini boleh dipentaskan oleh masyarakat umum, tidak hanya para bangsawan saja.
Baca juga ya Makna dan Sejarah Tari Pattennung
Ketentuan Tari Ma Gellu
Dahulu, musik pengiring Tari Ma Gellu adalah lesung yang dipukul. Namun saat ini telah digantikan oleh alat musik gendang. Biasanya penabuh gendang adalah remaja putra berjumlah dua atau empat orang. Sedangkan penarinya adalah remaja putri dalam jumlah ganjil, biasanya tiga atau lima orang. Jumlah ganjil ini diperlukan karena formasi pola tarian yang membutuhkan jumlah penari ganjil.
Pementasan Tari Ma Gellu bisa diadakan siang maupun malam hari, tergantung permintaan penyelenggara. Pementasannya harus benar-benar dilakukan dengan riang gembira. Bahkan aturan adat menyebutkan apabila penari sedang dalam keadaan bersedih, maka penari tidak boleh mengikuti pementasan.
Karena makna sukacita itulah, Tari Ma Gellu dilarang dipentaskan dalam upacara kedukacitaan karena makna gerakannya yang bertolakbelakang.
Makna Gerakan Tari Ma Gellu
Tari Ma Gellu menggambarkan rutinitas sehari-hari perempuan Toraja, serta meniru gerakan hewan yang memiliki makna filosofis. Total ada 12 gerakan dalam Tari Ma Gellu.
Gerakan Pa’dena-dena misalnya yang meneyerupai gerakan burung pipit yang berputar dengan tangan terayun dan berjingkrak bersama memasuki tempat menari. Gerakan ini memiliki arti hidup dalam kebersamaan.
Selanjutnya ada gerakan Ma’tabe dengan mengatupkan tangan di dada dan menunduk. Sebelumnya penari melakukan penghormatan kepada Puang Matua atau Sang Pencipta, Deata atau Sang Pemelihara, serta para hadirin.
Kemudian Gerakan Pa’gellu Tua dengan berputar dan mengembangkan kedua tangan. Arti Gerakan ini adalah pesan agar tidak melupakan jasa orang baik dan sebagai bentuk penghormatan kepada para pendahulu.
Ada juga gerakan Pa’kaa-kaa bale yang menirukan gerakan ikan yang sedang berenang. Serta gerakan Pa’langkan-langkan menyerupai Gerakan sayap burung elang.
Gerakan yang paling menarik perhatian penonton biasanya adalah ketika seorang penari naik ke atas gendang. Tentu saja gendang ini sudah dilapisi alas khusus agar tetap aman dinaiki oleh penari. Penari lainnya biasanya bergerak seperti sedang menatap matahari.
Secara umum, ekspresi penari pada Tari Ma Gellu akan penuh dengan senyuman yang ceria. Mengingat tarian ini adalah tarian sukacita.
Kostum yang digunakan penari adalah busana adat Toraja. Warna kostum yang digunakan biasanya disesuaikan dengan selera penyelenggara. Biasanya aksesoris yang digunakan adalah keris emas atau sarapang bulawan, kandaure, sapi ulu, tli tarrung dan lain-lain.
Dalam pementasannya, adalah suatu kewajiban untuk memberikan sejumlah uang kepada penari. Kebiasaan ini disebut dengan ma’toding. Uang yang diberikan akan disisipkan ke hiasan kepala penari atau disebut dengan sa’pi. Biasanya yang memberikan uang adalah pemilik hajatan terlebih dahulu, kemudian disusul dengan tamu undangan dan para kerabat. Kegiatan ini merupakan bentuk apresiai bagi para penari, sekaligus sebagai simbol kekeluargaan
Leave a Reply
You must be logged in to post a comment.